Pengertian
Korupsi
Dari segi bahasa, kata korupsi
berasal dari bahsa Latin, corruption
atau corruptus yang berarti: merusak,
tidak jujur, dapat disuap. (Kompas, 2003). Dalam Kamus Besara Bahasa Indonesia
korupsi diartikan sebagai penyelewengan atau enggelapan (uang negara atau
perusahan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Jeremy
Pope mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan/kepercayaan untuk
keuntungan pribadi. (Pope, 2003:6).
Dalam buku Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah, Azyumardi Azra,
mengutip pedapat Leiken, mengatakan bahwa korupsi adalah pengguna kekuasaan
publik (public power) untuk
mendapatkan keuntungan (material) pribadi atau kemanfaatan politik. Defenisi
Leiken ini menyebut unsur keutungan metrial, padahal korupsi juga banyak
terkait dengan keuntungan non material yang mungkin lebih banyak. (Azra,
2006:12). Sayyed Husein Alatas menyebut korupsi sebagai “abuse of trustu in the interest of private gain” (penyalahgunaan
amanah untuk kepentingan pribadi0. (Tim Majelis Tarjih, 2006:54).
Menurut pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 31/1999, korupsi adalah perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Definisi ini diperkuat lagi
pada pasal 3 bahwa korupsi adalah setiap tindakan dengan tujuan menguntungkan
diri sendri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan negara atau perekonomian negara.
Sebab
Terjadinya Korupsi
Secara umum perbuatan korupsi
didorong oleh dua motivasi, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsic adalah motivasi yang berasal dari dalam individu. Artinya,
seseorang melakukan tindakan atau perilaku tidak berasal dari motif-motif atau
dorongan-dorongan yang berasal dari luar diri. Dalam konteks, korupsi motivasi
intrinsic dapat diartikan sebagai adanya dorongan memperoleh kepuasaan yang ditimbulkan
oleh tindakan korupsi. 9Chaplin, 2002: 259). Sedangka motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah
karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orag lain sehingga dengan
keadaan demikian seseorang mau melakukan sesuatu. Dalam konteks korupsi,
miasalnya seseorang melakukan korupsi karena alas an ekonomi, diajak teman dan
lain-lain.
Korupsi
yang disebabkan oleh factor internal cukup marak di Indonesia. Biasanya,
perbuatan ini dilakukan oleh para pejabat yang secara ekonomi sudah lebih dari
cukup. Tapi, lantaran sifat rakus yang ada dalm dirinya, meskipun sudah memilii
ruamh, dan mobil mewah, ia tetap melakukan korupsi. Sebuah adagium menagatakan,
“Apa yang disediakan oleh dunia ini sebetulnya cukup untuk semua orang, tetapi
tidak akan cukup untuk seorang yang rakus.” Orang yang rakus tidak akan pernah
merasa cukup. Ibarat meminum air laut, semakin banyak diminum semakin haus.
Begitulah sifat rakus bekerja dalam diri koruptur. Dalam kaitan ini, Nabi
Muhammad SAW pernah mengingatkan, “Kalau
saja anak Adam sudah memiliki dua lembah emas, ia pun masih berkeinginan untuk
memiliki tiga lembah emas lagi.”
Praktik
korupsi yang disebabkan karena terdesak oleh kebutuhan terjadi misalnya pada
pegawai yang begaji rendah dengan kebutuhan yang lebih dari gaji yang ia
terima. Praktik ini misalnya terjadi pada pegawai rendahan di berbagai instansi
pemerintah maupun swasta. Sedangkan korupsi yang disebabkan oleh factor peluang
isalnya terjadi saat promosi jabatan atau rektrumen pegawai. Biasanya hal ini
tejadi karena lemahnya pengawasan public, system yang buruk, dan lain-lain.
Mennurut
Badan Pengawasan Keungan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya, “Strategi
Pemberantas Korupsi”, korupsi disebabkan antara lain:
1. Aspek
individu pelaku, meliputi:
a. Sifat
tamak manusia
b. Penghasilan
yang kurang mecukupi
c. Kebutuhan
hidup yang mendesak
d. Gaya
hidup yang konsumtif
e. Ajaran
agama yang kurang diterapkan
2. Aspek
organisasi, meliputi:
a. Kurang
adanya sikap keteladanan pimpinan
b. Tidak
adanya kultur organisasi yang benar
c. Kelemahan
system manjemen.
3. Aspek
tempat individu dan organisasi berada, meliputi:
a. Nilai-nilai
di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi
b. Masyarakat
kuranng menyadari sebagai korban utama korupsi
c. Masyarakat
kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat
ikut aktif.
Bentuk-Bentuk
Korupsi
A. Menurut
pendapat Gerald E. Caidaen yang di kutip oleh Jeremy Pope yaitu:
1. Berkhianat,
subversi, transaksi luar negri illegal, penyeludupan
2. Menggunakan
uang yang tidak tepat, memalsukan dokumen dan menggelapkan uang, mengalirkan
uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, menyalah gunakan pajak
3. Mengabaikan
keadilan, melanggar hukum, memberikan kesksian palsu, menahan secara tidak sah,
menjebak
4. Tidak
menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada oranglain seperti benalu
5. Menggunakan
informasi internal dan informasi rahasia untuk kepetingan pribadi atau membuat
laporan palsu
6. Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah
jabatan, dan hak istimewah jabatan. (Pope: 2003: xxvi)
B. Lembaga
Persyarikatan Bangsa-Bangsa (PBB), United
Nations Office on Drugs and Crime (2004) mencatat ada beberapa jenis dan
bentuk korupsi beserta cara operasinya, yaitu:
1. Korupsi
aktif (berkaitan denganpenawaran atau pembayaran suap) dan korupsi tidak aktif
(berkaitan dengan penerimaan suap)
2. Favoritisme
(mengunggulkan seseorang atau sebuah peruhasaan untuk kepetingan terselubung), nepotisme (memenangkan seseorang atau
institusi karerna hubungan kekerabatan tertentu dan melanggar prinsip-prinsip
umum), dan klientisme (memihak kepada
seseorang atau institusi yang pernah menyumbang atau berutang budi tertentu dengan mengabaikan
aturan-aturan yang benar dan sah.)
3. Membuat
atau mengeksploitasi kepetingan yang saling bertentangan
4. Kontribusi
(dukungan atau sumbangan) politik yang berlebihan dan tidak tepat
Dampak
Korupsi dari Beberapa Aspek
Korupsi memberikan dampak pada
berbagai aspek kehidupan. Dari aspek ekonomi, korupsi akan berdampak pada
rendahnya investasi, karena investor asing kurang tertarik pada negara yang di
kenal korup. Dengan begitu akan menghambat pertumbuhan ekonomi suatu Negara.
Tegasnya, korupsi mengakibatkan kolapsnya system ekonomi dan konteks Indonesia
menyebabkan penumpukan beban utang luar negeri.
Dari aspek birokrasi, korupsi
mengakibatkan kesenjangan pendapatan antar pegawai rendahan dengan pegawai
elite. Pegawai elite atau pejabat birokrasi yang melakukan korupsi politik
dengan para politisi di legislatf ‘kongkalikong’ dalam menentukan pendapatan
mereka, sementara pendapatan pegawai rendahan sering diabaikan.
Dari aspek hokum, korupsi akan
menyebabkan rusaknya system hokum, baik karena tidak ditegakkannya hokum,
maupun hokum ditegakkan tapi tidak ditegakkan dengan adil. Dalam kontes ini
misalnya, orang yang msikin baisanya tak berdaya di depan hokum. Sedangkan
orang yang kaya dapat menyewa pengacara untuk membela perkaranya yang
terkadang, meskipun memang di korupsi, tapi tak jarang bias lepas dari jeratan
hukum.
Dari aspek moral, korupsi
menyebabkan rusaknya moral masyarakat. Korupsi telah merubah cara pandang
masyarakat tentang hidup, yang pada mulanya berbuat dengan ketulusan, tanpa
pamrih, menjadi penuh motif dan pamrih.Ynag tadinya menganggap harta sebagai
sarana hidup, kini menjadi tujuan hidup. Mentalitas masyarakat berubah drastis
menjadi bermental instan, matrealistis, penjilat, penipu, dan lain-lain.
Langkah
Pemberantasan Korupsi
Korupsi telah menjadi pekerjaan
rumah yang berat berbagai negara di dunia. Berbagai upaya di berbagai negara
ini menjadi inspirasi bagi proses pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebut
saja yang pertama, China. Pada tahun
1980 China termasuk kategori negara terkorup di dunia. Namun pada tahun 1998
sejak pelantikan Perdana Menteri Zhu Rongji terjadi perubahan drastis dalam
pemberantasan korupsi. Dalam pidato perdananya, Perdana Mentri Zhu Rongji menegaskan,
“Untuk melenyapkan korupsi saya menyiapkan 100 peti mati. Sembilan puluh
Sembilan untuk para koruptor, dan untuk saya bila berbuat sama”. Sejak itu
terkenal kata “peti mati untuk koruptor”. Dalam kurun waktu 1008-2002
Pemerintah China telah menghukum mati 4300 orang koruptor.
Kedua,
Thailand. Berdasarkan pasal 297 Undang-Undang Dasar dibentuk Komisi
Nasional Ati Korupsi (National Counter
Corruption Commission) yang terdiri atas ketua dan delapan ahli, semuanya
diangkat oleh raja atas saran dari senat. Tugasnya antara lain memeriksa
pejabat negara yang melakukan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, atau
berperilaku tidak adil, dan menguji pengumuman harta kekayaan dan hutang yang
diserahkan kepada negara. (Pope 2003:560)
Sedangkan di Indonesia, upaya
pemerintah sudah cukup banyak, baik Era Orde Lama, Orde Baru maupun Era
Reformasi. Untuk menyebut beberapa di antaranya adalah di Era Orde Lama
mencatat sudah dua kali di bentuk Badan Pemberantasan Korupsi Peran dan Operasi
Budhi – namun ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankannya.
Pada Era Orde Baru dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai Jkasa
Angung. Yang kemudian di gantikan oleh Komite Empat yang beranggotakan
tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa. Selanjutnya dibentuk Opstib
(Operasi Tertib). Sedangkan pada Era Reformasi, misalnya pada masa Presinden BJ
Habibie pernah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN berikut pemebntukan
berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lemabaga Ombudsman.
Presiden berikutnya Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Dan di era kepemimpian Megawati Sukarno Putri dan
Susilo Bambang Yudhoyono ditunjukkan dengan eksistensi Komisi Pemberantasan
Korupis (KPK).
Selain itu, sebagai bentuk
keprihatinan bersama gerakan antikorupsi di era reformasi ini telah banyak
dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat seperti Muhammadiyah, Nahdhatul
Ulama, Indonesia Corruption Watch, Transparancy Internasional Indonesia,
perguruan tinggi, dan lain-lain dengan mengambil bentuk kegiatan pendidikan
antikorupsi, pelatihan antikorupsi, pelatihan untuk antikorupsi, kursus
antikorupsi, publikasi buku, diskusi, seminar, lokakarya, workshop, forum warga, dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar