Jumat, 02 Desember 2016

MUAMALAH - KORUPSI

Pengertian Korupsi
            Dari segi bahasa, kata korupsi berasal dari bahsa Latin, corruption atau corruptus yang berarti: merusak, tidak jujur, dapat disuap. (Kompas, 2003). Dalam Kamus Besara Bahasa Indonesia korupsi diartikan sebagai penyelewengan atau enggelapan (uang negara atau perusahan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Jeremy Pope mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan/kepercayaan untuk keuntungan pribadi. (Pope, 2003:6).
            Dalam buku Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah, Azyumardi Azra, mengutip pedapat Leiken, mengatakan bahwa korupsi adalah pengguna kekuasaan publik (public power) untuk mendapatkan keuntungan (material) pribadi atau kemanfaatan politik. Defenisi Leiken ini menyebut unsur keutungan metrial, padahal korupsi juga banyak terkait dengan keuntungan non material yang mungkin lebih banyak. (Azra, 2006:12). Sayyed Husein Alatas menyebut korupsi sebagai “abuse of trustu in the interest of private gain” (penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi0. (Tim Majelis Tarjih, 2006:54).
            Menurut pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 31/1999, korupsi adalah perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Definisi ini diperkuat lagi pada pasal 3 bahwa korupsi adalah setiap tindakan dengan tujuan menguntungkan diri sendri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara.
Sebab Terjadinya Korupsi
            Secara umum perbuatan korupsi didorong oleh dua motivasi, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsic adalah motivasi yang berasal dari dalam individu. Artinya, seseorang melakukan tindakan atau perilaku tidak berasal dari motif-motif atau dorongan-dorongan yang berasal dari luar diri. Dalam konteks, korupsi motivasi intrinsic dapat diartikan sebagai adanya dorongan memperoleh kepuasaan yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi. 9Chaplin, 2002: 259). Sedangka motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orag lain sehingga dengan keadaan demikian seseorang mau melakukan sesuatu. Dalam konteks korupsi, miasalnya seseorang melakukan korupsi karena alas an ekonomi, diajak teman dan lain-lain.
Korupsi yang disebabkan oleh factor internal cukup marak di Indonesia. Biasanya, perbuatan ini dilakukan oleh para pejabat yang secara ekonomi sudah lebih dari cukup. Tapi, lantaran sifat rakus yang ada dalm dirinya, meskipun sudah memilii ruamh, dan mobil mewah, ia tetap melakukan korupsi. Sebuah adagium menagatakan, “Apa yang disediakan oleh dunia ini sebetulnya cukup untuk semua orang, tetapi tidak akan cukup untuk seorang yang rakus.” Orang yang rakus tidak akan pernah merasa cukup. Ibarat meminum air laut, semakin banyak diminum semakin haus. Begitulah sifat rakus bekerja dalam diri koruptur. Dalam kaitan ini, Nabi Muhammad SAW pernah mengingatkan, “Kalau saja anak Adam sudah memiliki dua lembah emas, ia pun masih berkeinginan untuk memiliki tiga lembah emas lagi.”
Praktik korupsi yang disebabkan karena terdesak oleh kebutuhan terjadi misalnya pada pegawai yang begaji rendah dengan kebutuhan yang lebih dari gaji yang ia terima. Praktik ini misalnya terjadi pada pegawai rendahan di berbagai instansi pemerintah maupun swasta. Sedangkan korupsi yang disebabkan oleh factor peluang isalnya terjadi saat promosi jabatan atau rektrumen pegawai. Biasanya hal ini tejadi karena lemahnya pengawasan public, system yang buruk, dan lain-lain.
Mennurut Badan Pengawasan Keungan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya, “Strategi Pemberantas Korupsi”, korupsi disebabkan antara lain:
1.      Aspek individu pelaku, meliputi:
a.       Sifat tamak manusia
b.      Penghasilan yang kurang mecukupi
c.       Kebutuhan hidup yang mendesak
d.      Gaya hidup yang konsumtif
e.       Ajaran agama yang kurang diterapkan
2.      Aspek organisasi, meliputi:
a.       Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
b.      Tidak adanya kultur organisasi yang benar
c.       Kelemahan system manjemen.
3.      Aspek tempat individu dan organisasi berada, meliputi:
a.       Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi
b.      Masyarakat kuranng menyadari sebagai korban utama korupsi
c.       Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif.
Bentuk-Bentuk Korupsi
A.    Menurut pendapat Gerald E. Caidaen yang di kutip oleh Jeremy Pope yaitu:
1.      Berkhianat, subversi, transaksi luar negri illegal, penyeludupan
2.      Menggunakan uang yang tidak tepat, memalsukan dokumen dan menggelapkan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, menyalah gunakan pajak
3.      Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesksian palsu, menahan secara tidak sah, menjebak
4.      Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada oranglain seperti benalu
5.      Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepetingan pribadi atau membuat laporan palsu
6.      Menyalahgunakan  stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak istimewah jabatan. (Pope: 2003: xxvi)
B.     Lembaga Persyarikatan Bangsa-Bangsa (PBB), United Nations Office on Drugs and Crime (2004) mencatat ada beberapa jenis dan bentuk korupsi beserta cara operasinya, yaitu:
1.      Korupsi aktif (berkaitan denganpenawaran atau pembayaran suap) dan korupsi tidak aktif (berkaitan dengan penerimaan suap)
2.      Favoritisme (mengunggulkan seseorang atau sebuah peruhasaan untuk kepetingan terselubung), nepotisme (memenangkan seseorang atau institusi karerna hubungan kekerabatan tertentu dan melanggar prinsip-prinsip umum), dan klientisme (memihak kepada seseorang atau institusi yang pernah menyumbang atau  berutang budi tertentu dengan mengabaikan aturan-aturan yang benar dan sah.)
3.      Membuat atau mengeksploitasi kepetingan yang saling bertentangan
4.      Kontribusi (dukungan atau sumbangan) politik yang berlebihan dan tidak tepat
Dampak Korupsi dari Beberapa Aspek
            Korupsi memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan. Dari aspek ekonomi, korupsi akan berdampak pada rendahnya investasi, karena investor asing kurang tertarik pada negara yang di kenal korup. Dengan begitu akan menghambat pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Tegasnya, korupsi mengakibatkan kolapsnya system ekonomi dan konteks Indonesia menyebabkan penumpukan beban utang luar negeri.
            Dari aspek birokrasi, korupsi mengakibatkan kesenjangan pendapatan antar pegawai rendahan dengan pegawai elite. Pegawai elite atau pejabat birokrasi yang melakukan korupsi politik dengan para politisi di legislatf ‘kongkalikong’ dalam menentukan pendapatan mereka, sementara pendapatan pegawai rendahan sering diabaikan.
            Dari aspek hokum, korupsi akan menyebabkan rusaknya system hokum, baik karena tidak ditegakkannya hokum, maupun hokum ditegakkan tapi tidak ditegakkan dengan adil. Dalam kontes ini misalnya, orang yang msikin baisanya tak berdaya di depan hokum. Sedangkan orang yang kaya dapat menyewa pengacara untuk membela perkaranya yang terkadang, meskipun memang di korupsi, tapi tak jarang bias lepas dari jeratan hukum.
            Dari aspek moral, korupsi menyebabkan rusaknya moral masyarakat. Korupsi telah merubah cara pandang masyarakat tentang hidup, yang pada mulanya berbuat dengan ketulusan, tanpa pamrih, menjadi penuh motif dan pamrih.Ynag tadinya menganggap harta sebagai sarana hidup, kini menjadi tujuan hidup. Mentalitas masyarakat berubah drastis menjadi bermental instan, matrealistis, penjilat, penipu, dan lain-lain.
Langkah Pemberantasan Korupsi
            Korupsi telah menjadi pekerjaan rumah yang berat berbagai negara di dunia. Berbagai upaya di berbagai negara ini menjadi inspirasi bagi proses pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebut saja yang pertama, China. Pada tahun 1980 China termasuk kategori negara terkorup di dunia. Namun pada tahun 1998 sejak pelantikan Perdana Menteri Zhu Rongji terjadi perubahan drastis dalam pemberantasan korupsi. Dalam pidato perdananya, Perdana Mentri Zhu Rongji menegaskan, “Untuk melenyapkan korupsi saya menyiapkan 100 peti mati. Sembilan puluh Sembilan untuk para koruptor, dan untuk saya bila berbuat sama”. Sejak itu terkenal kata “peti mati untuk koruptor”. Dalam kurun waktu 1008-2002 Pemerintah China telah menghukum mati 4300 orang koruptor.
            Kedua, Thailand. Berdasarkan pasal 297 Undang-Undang Dasar dibentuk Komisi Nasional Ati Korupsi (National Counter Corruption Commission) yang terdiri atas ketua dan delapan ahli, semuanya diangkat oleh raja atas saran dari senat. Tugasnya antara lain memeriksa pejabat negara yang melakukan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, atau berperilaku tidak adil, dan menguji pengumuman harta kekayaan dan hutang yang diserahkan kepada negara. (Pope 2003:560)
            Sedangkan di Indonesia, upaya pemerintah sudah cukup banyak, baik Era Orde Lama, Orde Baru maupun Era Reformasi. Untuk menyebut beberapa di antaranya adalah di Era Orde Lama mencatat sudah dua kali di bentuk Badan Pemberantasan Korupsi Peran dan Operasi Budhi – namun ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankannya. Pada Era Orde Baru dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai Jkasa Angung. Yang kemudian di gantikan oleh Komite Empat yang beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa. Selanjutnya dibentuk Opstib (Operasi Tertib). Sedangkan pada Era Reformasi, misalnya pada masa Presinden BJ Habibie pernah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN berikut pemebntukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lemabaga Ombudsman. Presiden berikutnya Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Dan di era kepemimpian Megawati Sukarno Putri dan Susilo Bambang Yudhoyono ditunjukkan dengan eksistensi Komisi Pemberantasan Korupis (KPK).
            Selain itu, sebagai bentuk keprihatinan bersama gerakan antikorupsi di era reformasi ini telah banyak dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Indonesia Corruption Watch, Transparancy Internasional Indonesia, perguruan tinggi, dan lain-lain dengan mengambil bentuk kegiatan pendidikan antikorupsi, pelatihan antikorupsi, pelatihan untuk antikorupsi, kursus antikorupsi, publikasi buku, diskusi, seminar, lokakarya, workshop, forum warga, dan lain-lain.

            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar